Kamis, 02 Maret 2017

Secercah Nilai Dalam Kisah

Kisah Dengan Tuhan
Karya: Sintya Alfatika Sari

Aku tinggal di gang sempit di perempatan kota ini. Ya, Samarinda. Nomor empat puluh empat, RT kosong sembilan. Aku seorang penjahat, terkadang aku seperti malaikat. Aku tidak tahu pasti apakah aku berkepribadian multi?
Kalau aku sudah dapat uang, aku jadi orang jahat. Kejahatanku adalah memusuhi Tuhan. Kudapati uang berjuta-juta dan aku merasa mampu hidup, aku acuhkan segala yang berhubungan dengan-Nya. Tapi Tuhan tidak memusuhiku, maka dari itu aku tidak takut. Tuhan belum marah padaku, iya belum. Buktinya Tuhan belum membelikanku tiket pergi untuk pulang dan beristirahat, berarti aku masih selamat karena aku belum boleh pulang.
Kalau aku sudah makan uang banyak, aku jadi orang baik. Baik sekali. Tiba-tiba aku teringat bagaimana nasib para pengemis di simpang empat jalan raya di dekat gang rumahku. Seketika aku mengasihani diriku sendiri, karena uangku sudah habis! Kembali aku berpikir lagi, sebaiknya kuhentikan saja permusuhanku dengan Tuhan agar aku tidak kurus kering!
Sepertinya aku harus bersimpuh kepada-Nya agar rezeki segera menimpa. Sejak uangku habis aku ingin sekali mencicipi rokok merek mahal seperti orang barat yang katanya nikmat! Maka aku harus berkawan lagi dengan Tuhan, maka aku harus menjadi orang baik di mata-Nya.
Aku beribadah dengan tekun, meski dalam doa pikiranku melayang bersama uang khayalan. Yang terpenting adalah, aku ingin uang! Aku merindukan bagaimana uang membuatku senang.
Seiring waktu tabunganku tidaklah menggembul, malah semakin kurus kering! Aku marah dan aku kecewa. Padahal aku sudah berkawan lagi dengan-Mu, apa Kau tak mengerti maksudku? Aku sudah jadi orang baik berminggu-minggu ini, apa Kau tak lihat? Aku sudah menyumbangkan sebagian uangku ke kotak-kotak kecil transparan yang digembok itu hampir diseluruh langgar maupun masjid di perempatan ini, apa itu masih kurang? Aku mengeluh dalam kekeringan. Aku sakit hati sekali. Bagaimana mungkin jika aku kembali memusuhimu, Tuhan?
Pada rabu pagi tiba-tiba aku ditimpa rezeki. Yesss! Aku diberi sinyal kuat bahwa Tuhan akhirnya memberiku hadiah, ya sebuah pekerjaan. Hadiah akan rasa tidak enak yang Ia rasakan terhadapku karena sudah mengabaikanku. Di rabu itu aku bertemu dengan sekumpulan perempuan dan lelaki yang membawa barang-barang elektronik kesehatan dan mengajakku berbisnis dan bergabung dengan mereka. Katanya kalau aku mampu menjual lima barang saja aku akan mendapatkan bonus hingga tiga juta setengah. Tanpa berpikir panjang aku bergabung dan bersemangat dalam memanage marketingku. Marketingku sendiri pun masih abal-abal. Aku hanya bermodal nekat tingkat dewa dan bermodal sok tau saja. Intinya aku dapat uang!
Tidak sampai seminggu, aku dapat uang lumayan banyak. Ya untuk membeli rokok merek agak mahal kelas menengah. Aku beli itu, ini, dan itu. Aku membeli bahan makanan yang sudah kutarget akan cukup dua pekan.
Tidak sampai tiga minggu, aku dapat tiga juta. Kesoktahuanku dalam marketing ternyata tidak sia-sia. Lantas aku kembali bersenang-senang dan bercumbu rindu dengan lembar-perlembar uang. Dan akhirnya rokok merek mahal seperti punya orang barat sudah ku nikmati dan rasanya memang nikmat. Seketika aku lupa bahwa aku masih di dunia. Lalu aku lupa lagi dengan Tuhan. Bermusuhanlah kami.
Suatu ketika aku kembali menggenggam rupiah berjuta-juta dan melepas kerinduan dengan lembar-perlembarnya, disaat itu pula tiga orang pria sekawan dengan rantai di leher dan lengannya memanggilku dari luar pintu, "Uang tunggakan tiga bulan, kalau tidak silahkan pergi dan angkat kaki!". Lalu aku bergulat di dalam roda, pada doa.

Samarinda Pos, 28 Januari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar